Jumat, 24 April 2009

ADA PELANGI

Pelangi pelangi … Alangkah indahmu..
Merah, Kuning, Hijau .. Di langit ... *

Lagu anak-anak di atas tentu lah teramat sangat kita hapal syairnya, dan memang langit sehabis di guyur hujan yang berhiaskan pelangi, merupakan pemandangan yang sangat indah untuk dilihat.

Namun apakah pelangi juga tetap indah apabila dikaitkan dengan konteks kebernegaraan yang berlangsung di negara kita tercinta ini?

Kabinet Pelangi, demikianlah orang sering menjuluki kecenderungan warna kabinet di negara kita, yang sudah kita alami dalam beberapa kali pergantian kepemimpinan nasional, semenjak masa orde reformasi.

Sekilas memang tampak indah, sekilas menyenangkan. Seorang pemimpin nasional dari partai tertentu memberikan kesempatan bagi tokoh-tokoh dari partai lain, dengan istilah mendukung, atau pun berkoalisi, untuk sama-sama mencicipi kue kekuasaan; bagi-bagi jabatan dengan dalih-dalih kebersamaan dan demi kepentingan nasional yang lebih luas.

Sungguh-sungguh kah dalih tersebut?

Memang, kabinet dengan banyak warna seperti pelangi, cenderung memberikan dukungan kuat bagi penguasa, tidak banyak rongrongan membuat pemerintahan yang terbentuk memiliki kestabilan dalam menjalankan berbagai kebijakannya.

Lalu bila saja semua partai menjadi pendukung bagi pemerintahan yang sedang berkuasa, lantas siapa yang akan berfungsi sebagai oposisi? Tanpa partai oposisi, mudah ditebak, parlemen yang berfungsi sebagai kontrol bagi pemerintahan akan sangat dimungkinkan untuk bekerja dengan setengah hati. Lah wong yang harus dikontrol dan diawasi adalah konco-konco sendiri.

Berkoalisi memang bukanlah dosa dalam berpolitik. Demi kepentingan dan ambisi, manufer-manufer apa pun syah-syah saja dipraktekkan. Apalagi dalam sistem demokrasi kita yang mempersilakan banyak partai berkompetisi, membuat sangat jarang ada partai yang bisa menang mutlak dalam pemilihan umum. Kolaborasi menjadi suatu jalan bagi partai-partai untuk mengikat kekuatan, guna menuju kursi pemerintahan.

Namun janganlah dilupakan, bahwa esensi dalam berpolitik bukan hanya memberikan peran bagi si pemenang. Politik juga memberikan tempat terhormat bagi yang kalah untuk beroposisi. Dengan oposisi, pemerintah atau pun partai yang tengah berkuasa akan memiliki counter-partner yang sepadan, sehingga segala produk politik dan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan benar-benar memiliki kualitas tinggi, karena telah melewati suatu saringan dan ujian yang ketat.

Saat ini dengan sangat sedih kita harus menerima kenyataan bahwa negeri ini belum sampai memasuki tahap kedewasaan berpolitik yang cukup. Banyak partai dan kader-kadernya belum dapat menyikapi kekalahan dalam pemilihan umum sebagai suatu kehormatan. Belum terlihat ada partai yang dengan kesadaran dan penuh percaya diri menyatakan untuk menjadi oposisi bagi pemerintahan . Kalau pun ada yang menjadi oposisi, saya cenderung menduga itu hanya karena terpaksa, dikarenakan tidak mendapat bagian dari si penguasa.

Semoga saja dugaan saya itu salah. Biar bagaimana pun, bila ada partai yang mau menjadikan dirinya sebagai pihak oposisi ( terpaksa atau tidak ) tetaplah harus kita sampaikan apresiasi dan ucapan terimakasih.

Mencermati hasil pemilu legislatif 2009 yang lalu, tampaknya kecenderungan berpelangi akan tetap mewarnai politik negeri kita ini. Partai-partai dengan persentase perolehan suara kecil, terlihat sibuk melobi partai-partai berpersentase perolehan suara besar. Sibuk kasak-kusuk, dagang sapi, dengan harapan dapat ikut mencicipi empuknya kursi kekuasaan. Persis anak-anak dalam lomba tujuhbelasan, di mana yang tidak menang lomba pun tetap diberi hadiah hiburan atas partisipasinya.

Padahal seperti pelangi di langit biru yang segera memudar seiring teriknya sinar matahari, politik pelangi kita pun demikian adanya. Tidak lah pernah langgeng, spektrumnya cenderung cepat memudar dan berubah warna tergantung kepentingan-kepentingan para pihak yang melatarinya. Kalau dulu berwarna kuning-ungu-biru-hijau, sekarang mungkin telah merah-kuning-jingga-hijau-biru, bahkan mungkin merah kekuningan-hijau kemerahan-jingga agak biru–ungu seperti hijau, serba tidak jelas.

Suka atau tidak suka, pemandangan politik macam itulah yang masih akan berlangsung. Yang dulu adalah kawan, sekarang bukan lagi teman. Yang dulunya berseberangan, kini bercengkrama, saling berangkulan, berjabatan tangan, dan tanpa malu berfoto bergandengan tangan di hadapan wartawan, meski pun jelas tertangkap : ... Ada yang lain .... di senyummu ...** dan juga jelas terlihat : ... Ada pelangi ... di bola matamu.....**.


Catatan :
1. * : Lagu, berjudul “Pelangi" ciptaan Abdullah Totong Mahmud ( A.T. Mahmud )
2. ** : Penggalan lagu “ Pelangi Di Matamu”, ciptaan Azis, personel grup band JAMRUD, dinyanyikan dan dipopulerkan oleh grup band JAMRUD.