Rabu, 11 Februari 2009

RUMAH TERAPUNG

Menyaksikan berita di televisi tentang rumah-rumah di Bantaran Sungai Ciliwung, Jakarta, yang terendam banjir pada musim penghujan medio Januari 2009 ini, membuat saya teringat pada masa-masa saya bertugas di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.
Pulau Kalimantan memiliki banyak sekali sungai berukuran besar. salahsatunya adalah Sungai Barito yang meliuk-liuk sepanjang Kalimantan Selatan hingga ke arah hulunya membelah wilayah Kalimantan Tengah. Mungkin Karena masyarakat di sana sudah sangat akrab dengan Sungai-sungai berukuran besar, dan hidupnya tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan perairan sungai, akhirnya mereka menciptakan teknik membangun rumah yang bersinergi dengan lingkungan sungai yakni: rumah di permukaan sungai. Perlu digarisbawahi pada kata-kata “di permukaan sungai”, karena mereka memang tidak membuat rumah panggung di atas sungai, namun lebih dari itu, rumah unik ini betul-betul dapat terapung di permukaan air, yang oleh penduduk setempat disebut sebagai LANTING.


Foto 1. : Rumah Terapung AKA Lanting


Jangan bayangkan bahwa mereka menetap di dalam sebuah perahu berukuran besar. Lanting layaknya menyerupai rumah biasa juga, namun satu hal yang mem-bedakannya dan membuatnya dapat mengapung adalah lanting ini didirikan di atas pondasi berupa beberapa batang kayu gelondong besar yang disusun berjajar menyerupai rakit, dan disatukan satu sama lainnya dengan balok-balok kayu panjang yang sekaligus berfungsi menjadi kuda-kuda (kedudukan) bagi lantai serta rangka rumah.


Tentunya tidak semua jenis kayu dapat dijadikan pondasi untuk rumah apung ini. Jenis-jenis kayu tertentu akan tenggelam dalam air, maka hanya jenis yang dapat mengambang di air saja lah yang layak dapat dijadikan sebagai pondasi. Selain itu, tentu saja si kayu pondasi haruslah memilik daya tahan yang kuat menghadapi proses pelapukan yang disebabkan oleh air.

Apakah rumah lanting ini tidak akan hanyut terbawa arus sungai? ternyata tidak tuh. Caranya?? Ya diikatkan saja ke pohon atau ke tiang penambat di tepi sungai. Jadi meski mengapung di permukaan sungai, rupanya si Lanting ini tetap saja masih harus memiliki “kontak” dengan daratan yah.



Foto 2 : Halaman Belakang Lanting

Selain diikat, lanting juga terhubung ke daratan dengan semacam jembatan yang terbuat yang terdiri atas dua atau tiga buah batang kayu di mana salah satunya menyentuh tepi daratan dan lainya terikat pada pondasi rumah, membentuk titian yang panjang-pendeknya dapat diatur disesuaikan dengan kondisi air sungai. Di saat muka air sungai naik di musim penghujan, maka posisi lanting akan ditarik mendekati tepi badan sungai, sedangkan saat muka sungai surut di musim kering, tali pengikat harus diulurkan menjauh dari tepian agar lanting tetap berada di permukaan air dan tidak kandas. Dalam kondisi kemarau panjang dan hampir seluruh bagian sungai mengering, maka Lanting dapat diulur untuk menjangkau bagian tengah badan sungai yang biasanya paling landai sehingga lanting bisa mendapatkan posisi ‘mendarat’ yang aman.

Foto 3 : Perkampungan Terapung

Karena tidak berancang-bangun seperti perahu, maka rumah lanting ini hanya difungsikan untuk menetap pada satu tempat saja. Namun manakala diperlukan sebenarnya lanting dapat dengan mudah dipindah tempatkan, hanya saja untuk itu diperlukan bantuan satu buah perahu bermesin yang cukup besar untuk menghelanya, ditambah satu atau dua perahu kecil bermesin untuk mengendalikan arah.


Foto 4. : Rumah Lanting dan Rumah daratan
Kesan saya saat tinggal di rumah lanting tidak ubahnya seperti tinggal di rumah daratan saja, hanya saja pada awalnya dulu perlu sedikit penyesuaian, terutama saat rumah bergoyang-goyang terhempas gelombang dari perahu-perahu yang lewat. Rasanya seperti ada gempa kecil yang menimpa rumah, namun dalam beberapa hari saja perasaan itu sudah dapat dihilangkan.

Penyesuaian lain adalah melatih ketrampilan untuk meniti jembatan kecil yang menghubungkan rumah lanting dengan daratan, bila tidak berhati-hati bisa saja tergelincir dan tercebur ke sungai, basahnya sih tidak seberapa, tapi malunya itu loh.... Maklum lah, meski tinggal di sungai, namun sebagian besar kegiatan tetap dilaksanakan di daratan, sehingga acara menyeberangi titian lanting menjadi hal yang rutin saya lakukan. Dalam beberapa hari saja saya sudah cukup piawai, bahkan kawan-kawan di sana memberikan pujian pada ketrampilan saya melangkah di titian ini. Namun sesungguhnya adaptasi terbesar bukanlah dalam hal melewati titian atau pun membiasakan diri terhadap goyangan gelombang. Hal tersulit justru adalah membiasakan diri untuk mandi dan menggunakan MCK di sungai seperti yang masyarakat sana biasa lakukan, termasuk tentu saja menggosok gigi.

Foto 5. : Kegiatan harian di lanting
Konsep Lanting atau rumah terapung ini dapat diterapkan tidak hanya untuk rumah tempat tinggal biasa saja. Konsep ini juga dapat dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan yang lebih besar seperti Rumah makan, dan juga toko terapung. Maklum saja, jalur sungai masih menjadi urat nadi perekonomian dan sarana perhubungan utama di daerah-daerah pedalaman di Kalimantan. Tentunya untuk bangunan yang lebih besar, diperlukan kayu gelondong yang lebih panjang serta berdiameter lebih besar sebagai pondasinya. Meskipun sudah agak sulit, di sana kayu-kayu gelondongan berukuran besar masih bisa didapati.

Yang lebih menarik, apabila kita kemalaman dalam perjalanan menyusuri sungai Barito, dan membutuhkan tempat untuk sekadar beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan, tidak perlu khawatir, kita bisa juga loh menginap di “hotel” terapung. Bolehlah tempat menginap ini saya katakan sebagai “hotel”, karena umumnya tersedia cukup banyak kamar, bahkan diantaranya ada yang terdiri dari dua lantai. Tarif menginap di hotel terapung ini tergolong sangatlah murah. Tahun 2008 lalu tarif menginap di sana masih berkisar antara Rp. 15.000,- sampai Rp. 30.000,- per malamnya. Meski biasanya sangat sederhana dan tidak menyediakan sarapan pagi, namun di semua “hotel” terapung tersebut selalu tersedia fasilitas kamar mandi dan fasilitas berenang di halamannya hehehehe .....


Foto 6. : Hotel Terapung
Bingung menghadapi banjir seperti saat-saat musim penghujan medio Januari 2009 ini?, mungkin saja apa yang telah diciptakan oleh saudara-saudara kita yang tinggal di sepanjang tepian Sungai Barito ini, dapat menjadi solusi untuk menghadapi Banjir di Jakarta.